Doa Sepertiga Malam

Ada yang di sana diam-diam mendoakan kesehatan, kekayaan, dan kemuliaanmu tanpa perlu kau tahu.

Ada yang di sana menangis menghiba kepada tuhannya agar kamu tak mendapatkan halangan suatu apa.

Kau boleh menyebutnya apa saja melihat caranya berharap terus-menerus hari demi hari kendati pada saat yang sama dia tidak pernah menuntutmu melakukan hal yang sama.

Kau harus percaya bahkan tanpa kau temui kapan dia menengadahkan tangan dan bagaimana air matanya berjatuhan menatap langit.
Percayakah kamu perihal rintik gerimis yang kamu saksikan dari balik jendela kaca berasal dari air matanya yang dilap dengan telapak tangannya kemudian mengalir ke laut dan menjadi uap air di ketinggian sebelum jatuh sebutir di dekatmu.

29/1/2019

Hujan Pertama

Hujan pertama musim ini jatuh pada bulan September.

Kamu bahkan belum sempat menghitung tiap titik air yang jatuh di sudut-sudut pipimu yang memerah bata. Ini mirip kutukan di kastil tua dan tak tahu kapan berakhir. Sebab katamu di sini ada tawa, memang, tapi bukan tawa yang dulu pernah pecah di tengah-tengah kita. Ada juga denting gitar dan tiupan klarinet tapi itu bukan alunan yang dulu.

Kamu bisa menyebutnya begitu. Atau kamu bisa saja menyebutnya dengan kangen atau rindu pada tanah basah seperti kamu pernah sebut bertahun-tahun lalu.

Tapi kau selalu menyangka kota ini benar-benar tidak seperti kota-kota lain yang pernah kau datangi. Ada rumput hijau dan kambing segar, katamu. Ada roti panggang dan sosis goreng katamu. Ada aspal dan tumpukan beton, katamu.

Hujan pertama jatuh di bulan September
Tapi selalu kau sebut dengan bulan April
Bila September menyisakan cerita
Maka April menyisihkan derita.

Parijs van Java, 6/9/18

Layar Hape yang Konyol

Menatap wajahmu lekat-lekat seperti mengingatkanku pada hape tua yang pecah dan lecet.

Selain pesan singkat tentang beli satu donat gratis satu, yang tersisa di layar hape ini hanya kiriman undian menang jutaan rupiah entah di pabrik supermie atau indomie.

Tentu saja kamu pun tahu, masih kutatap layar hape ini seperti aku pernah menatapmu. Seperti saat jatuh cinta. Dulu.

Kini menatap wajahmu lekat-lekat seperti mengingatkanku pada hitungan kolom kosong tiap fitur yang tak kujumpai sekadar sebiji pesanmu. Padahal telah kusiapkan pulsa beserta emoticon cinta untuk setiap sapaanmu yang akan datang padaku.

Apakah kau pernah menduga nomor kartu ini hanya untukmu sehingga tak menyimpan nomor dan nama lain, di samping kamu pun sudah tahu hape ini selalu dihidupkan hanya untuk menanti apa saja darimu?

Selalu ada teka teki yang tak terisi. Sama halnya ada nasib yang tak bisa ditebak. Kamu pun tertawa kecil. Hidup ini konyol, katamu. Aku tanya kenapa, kamu pun balas bertanya: Apakah kau pernah menduga bila pada akhirnya kita saling jatuh cinta dan menikah?

*110318.

Aku Tentu Tak Semenderita Ini

Aku Tentu Tak Semenderita Ini

Andai rindu adalah bulir-bulir salju yang bisa diawetkan di dalam kaca
Andai rindu tak berbeda dengan batu-batu permata yang mengembun di dalam peti.

Andai rindu adalah lorong ruang-waktu yang melipat jarak dan kesementaraan.
Andai rindu adalah setangkup kapas yang bertumpuk serupa kasur di atas awan.
Andai rindu adalah rama-rama cerita yang dikisahkan menjelang tidur.

Sudan border, 18/01/18

Ada Banyak Cerita

Ada banyak cerita, tentu saja.
Tapi memang cerita tentang yang itu-itu juga.
Aku tidak bosan, kata orang gila yang bertelanjang dada dan acapkali lewat depan rumah. Setiap tarikan napasmu pun itu-itu juga.

Seperti kisah foto selfie di pinggiran pantai yang begitu panjang atau di tubir jurang yang dikelilingi kabut dan ada ratusan tanda like.

Atau tentang perjalanan melewati bebatuan purba yang tidak pernah kau temui sebelumnya kemudian mencatatnya dalam majalah National Geographic.

Atau tentang perjalanan ke sebuah kota yang sangat jauh hanya untuk melihat legenda pemikiran dan filsafat kemudian di akhiri dengan selembar foto di stasiun Stuttgart pada musim dingin yang biasa-biasa saja.

Memang itu tidak pernah ada.
Kisah ini masih sama dengan sebelumnya dan sebelumnya lagi: Menunggumu.

Kotak Mendatar yang Hilang

Kotak Mendatar yang Hilang

Isian kotak mendatar
dari teka teki kisah ini
adalah ketetapan hati
kau tidak sabar
lalu pergi

Matraman weg, midag, 26/1/17

Pernah Mekar Seribu Kamu

Pernah Mekar Seribu Kamu

Air mata di pojok korneamu
Masih menetes hingga luruh jingga sore hari
Kemudian malam-malam bulir air itu menjelma sembilu sembilan ribu untuk menggorok-gorok batang leher harapan perlahan-lahan.

Read more of this post

Empat Bulan Sunyi

Empat Bulan Sunyi

— untuk ika

Hujan pertama jatuh di akhir bulan Juli. Aku masih menunggumu di sini dengan ponsel yang beku membisu. Seperti biasa. Ini kisah tentang pesanmu yang tak pernah datang lagi untukku.
Kulihat dan kulihat lagi.
Tapi tidak. Tentu tidak.

Read more of this post

Soal Teori Sastra

Soal Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Teori Sastra
Waktu: 24 jam
Deadine: Kamis 23 Juni 2016 pk 16:00 Read more of this post

Mid Semester Pengantar Ilmu Sastra

 

Ujian Tengah Semester Pengantar Ilmu Sastra. 

 

Petunjuk:

– Ambillah satu puisi yang telah diterbitkan kemudian analisislah berdasarkan ilmu sastra yang Anda pahami. 

– Analisis puisi sekitar 300 kata, ditulis di kertas folio bergaris. 

– Setelah menganalisis, jawablah secara singkat pertanyaan di bawah ini.

– Jawaban dikumpulkan kepada PJ Kelas paling lambat pk 16:00 WIB .

 

Pertanyaan:

1. Apa tema puisi itu? 

2. Bagaimana Anda menemukan tema?

3. Bahaimana posisi puisi itu dalam sejarah sastra?

4. Teori apa yang Anda gunakan untuk menganalisis puisi itu? 

5. Ambillah kutipan dari analisis Anda yang menjadi bagian dari teori sastra! 

6. Ambillah kutipan dari analisis Anda yang menjadi bagian dari kritik sastra!

7. Ambillah kutipan dari analisis Anda yang menjadi bagian dari sejarah sastra!

8. Ambillah kutipan dari analisis Anda yang menjadi sumbangan terhadap pengembangan ilmu sastra! 

9. Apa kelemahan dan kelebihan puisi itu. 

10. Berdasarkan kelemahan dan kebohan puisi itu, apa ciri-ciri puisi yang ideal menurut Anda.