Terkantuk-kantuk di Merkurius dalam nanar menunggu fajar

Kemudian larut
Dan aku pun terpaut
Pada aspal dan rumput

Tapi begitulah kisah ini harus berawal
Ketika ku tangkap kelebat yang gagal
Dan membiarkanku melanjutkan kisah-kisah tua
Tentang dingin malam sepi
Tentang kristal harapan mimpi
Tentang buih-buih yang menjadi abadi di udara.
Di antara titik koma kisah itu kau akhirnya tahu
Bukankah hanya kesedihan yang terasa sangat panjang?
Tapi bisakah kau sejenak berhenti
Untuk sekadar membagi sepi.
Atau bisakah kau ceritakanlah padaku bagaimana kesedihan itu tercipta?
Apakah dari bulir-bulir keringat para penghuni neraka yang jatuh di mangkukmu saat kau makan siang? Dan begitu tiba-tiba?
Iyakah?
Sama seperti suatu kali kau bangun pagi dan melihat matamu merah?
Seperti senar gitar yang putus bahkan sebelum kau menyentuhnya?
Tapi kau tampaknya cepat-cepat bergegas.
Dan kisah ini tak juga kau ulas.
Katamu, salahkan saja tuhan yang telah turut camput dalam segala kemalangan ini.
Aku, atau mungkin saja kau, bisa saja berdamai dengan apa saja kecuali dengan keadaan ini.

About Saifur Rohman
Saifur Rohman bekerja sebagai pengajar tetap bidang filsafat pada program pascasarjana di sejumlah universitas di Indonesia.

Leave a comment